Indahnya Subuh Berjamaah di Athirah

Gedung SMP Islam Athirah Bone

Beriringan mereka melangkah bersama ke masjid untuk salat subuh berjamaah. Satu-dua orang siswa mungkin merasa agak berat, tapi tekad mereka untuk menunaikan kewajiban mengalahkan segalanya. Bahkan, beberapa dari mereka telah berada pada pemaknaan “Salat bukan lagi kewajiban tapi kebutuhan.” Mereka inilah yang kemudian bertindak sebagai “Mursyid” bagi teman-temannya untuk tetap berada dalam barisan taat pada perintah Allah. 

Memang ... bangun di awal hari bukanlah perkara mudah bagi siapa pun, terlebih bagi pelajar yang esoknya dihadapkan pada rutinitas harian yang sangat padat dan tak jarang dijalani hingga larut malam. Jika demikian, mengapa mereka mesti bangun sepagi ini?

Sebagian mengatakan, “Menunaikan kewajiban,” dan yang lainnya berpandangan, “Aku butuh untuk mengawali kebaikan-kebaikan yang akan menghampiriku hari ini.” Really?

Keutamaan tentang waktu subuh sudah jauh-jauh Rasulullah ingatkan dalam hadis, “Siapa saja yang berjalan di tengah kegelapan malam menuju masjid-masjid Allah akan meraih keberkahan subuh beserta keutamaan yang sudah dijanjinkan oleh Allah bagi hambanya. Keberkahan itu berupa cahaya yang sempurna di hari kemudian. Cahaya itulah kelak nanti akan meneranginya saat meniti titian shirat.” You have to believe this.

(Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat yang hidup di zaman Rasulullah menjadi saudagar yang kaya raya karena menjadikan subuh sebagai awal dari pergerakkan bisnisnya. Sahabat ini memberangkatkan kafilah dagangnya selepas subuh sebab ia yakin bahwa di balik subuh ada berkah. “Ya Allah berilah keberkahan umatku di waktu pagi,” doa Rasulullah inilah yang mengispirasi sahabat itu).

Arahannya cukup dengan suara merdu azan dari corong suara yang menempel di dinding gedung musholla tanpa menara ini. Langit membentangkan sayapnya mengantar panggilan suci pada umat yang senantiasa mencari rida Ilahi. Salah satu siswa maju ke depan untuk menjadi imam setelah muazin mengumandangkan iqamat. Ayat-ayat suci mengalun syahdu, mengiringi kekhusyukan salat berjamaah subuh.  

Mimbar kemudian memainkan perannya, bergiliran menegakkan siswa menyampaikan kultum subuh. Hikmah-hikmah pagi menggema dari bibir mungil mereka. Berkisah banyak hal yang pada akhirnya bila direnung-renungkan: menyadarkan kita tentang amalan kebaikan yang mungkin masih ringan jika ditimbang-timbang dan dosa yang justru jika dihitung-hitung tak lagi berbilang. Hikmah pengingat diri, Menuju ke mana jalan kita kini?

 Untuk orang yang pertama kali berada di tengah-tengah mereka tentu bertanya. Di mana peran guru, saat imam, muazin, dan penceramah semua dari siswa. Dan guru hanya terlihat mengiringi di belakang mereka? Pilihan ini memang terlihat seperti “memanfaatkan kelemahan siswa atas gurunya” tapi sebenarnya tidak demikian. Para guru menyadari bahwa siswa sekarang ini adalah pemimpin di masa depan. Ada harapan besar yang mesti mereka terima, siap atau tidak. Rutinitas ini dijadikan media latihan bagi siswa untuk dapat memenuhi harapan tersebut nantinya, sebaik-baiknya, seadil-adilnya. Guru hanya mencontohkan sesekali, setelahnya siswa yang mengambil alih, namun tetap diawasi. Mengantisipasi bila ada “kreasi” yang melewati batas-batas yang tertulis pada kitab suci juga petunjuk nabi. Bagaimana kemudian menggerakkannya? Semua tergerak atas kesadaran. Kesadaran untuk memenuhi mimpi dan menjadi pribadi yang berbudi.

2 Comments

  1. bacaan di atas merupakan bacaan yg bnyk sekli memotivasi seseorng apa lgi bagi pembacanya.

    ReplyDelete
Post a Comment
Previous Post Next Post