Siswa SMP Athirah Kenakan Masker saat Belajar |
Membangun
kesadaran siswa untuk taat berprilaku sesuai dengan yang tertuang dalam aturan
sekolah bukan perkara mudah. Latar belakang budaya, karakter bawaan, kemampuan
akademik, dan lainnya memberikan pengaruh signifikan terhadap proses
penyesuaian diri tersebut.
Masih
ingat dengan sinetron “Bule Masuk Kampung”?
Kultur yang siswa bawa mungkin tidak se-ekstrem
membayangkan bagaimana si bule beradaptasi
dengan kehidupan di desa seperti judul tayangan televisi di atas. Analogi
tersebut memberikan gambaran bahwa mengubah kebiasaan lama yang kontradiksi
dengan tata tertib sekolah butuh usaha lebih.
Bagaimana memulai?
Sekolah yang menetapkan aturan. Akan tetapi memaksakan aturan tanpa
mempertimbangkan kondisi “alamiah” siswa adalah langkah yang kurang bijak.
Prinsip mendidik yang paling awal adalah memulai dari yang termudah.
Sehingga dalam beberapa hal, pada siswa tertentu yang mungkin mengalami pergeseran
kebiasaan sangat mendadak, butuh sedikit
“toleransi” dalam melaksanakannya. Dengan kadar dan jangka waktu yang
sewajarnya. Seiring waktu berjalan dan adanya perubahan prilaku ke arah yang
lebih baik maka bentuk toleransi tersbut perlahan bisa ditinggalkan.
Jika upaya dilakukan bersama-sama dan konsisten oleh seluruh atribut
sekolah maka prilaku siswa—awalnya—dari “keterpaksaan” menjadi
kesadaran.
Kesadaran itu muncul setelah siswa memahami bahwa ketaatan mengikuti aturan
sekolah selama ini ternyata memberikan dampak positif bagi perkembangan mereka
sendiri. Memahami bahwa rutinitas yang membosankan itu sebenarnya usaha membangun
benteng perlindungan diri dari bahaya dunia luar yang mesti mereka hadapi. Memahami
bahwa apa yang mereka lakukan—meskipun dalam keadaan terpaksa— memberikan
pengalaman yang sangat bermanfaat nantinya bagi kehidupan selepas sekolah.
Siswa yang belajar tanpa pernah mencapai “klimaks” kesadaran berprilaku
baik mudah goyah oleh pengaruh buruk
yang akan mereka temui di masa depan.
Mengawal perubahan “kesadaran” tersebut tidaklah mudah. Mungkin lebih sulit daripada mengajari si bule menikmati menu makanan ala pedesaan. Atau bisa jadi mudah, bila sebagai pendidik, kita adalah Chef Renata.